Majalah Ganesha: UKM Kajian dan Dinamisnya Zaman

Mahasiswa adalah salah satu elemen sentral dalam sejarah perjuangan di Indonesia. Mahasiswa sering dikaitkan dengan pergerakan, dan memang tidak salah. Beberapa tahun yang penting bagi sejarah pergerakan mahasiswa Indonesia adalah tahun 1966, 1974, 1977-1978, 1990, dan 1998. ITB sebagai salah satu universitas di Indonesia pastinya mempunyai wadah pergerakan mahasiswa. Dan wadah itu adalah cikal bakal unit yang akan saya bahas sekarang, Ganesha. Ganesha sudah berdiri cukup lama, saya pun tidak tahu pasti kapan berdirinya. Namun sebuah sumber menyatakan bahwa Majalah Ganesha berdiri tahun 1989 sebagai insan pers yang mengkoridori arah revolusi pemerintahan menuju demokrasi[1].

Banyak orang bingung dengan UKM (Unit Kegiatan Mahasiswa, untuk selanjutnya akan disingkat “unit”-red) ini, pasalnya unit ini sangat berbau “kejurnalistikan”, namun dalam kenyataannya, unit ini hanya melaksanakan kajian-kajian yang kadang kala jelas dan seringnya kurang jelas, tapi tetap berfaedah. Padahal dalam laman resmi Majalah Ganesha[1] disebutkan

“Kini Majalah Ganesha menjaga nilai-nilai pers sebagai pilar demokrasi yang netral dengan moto ‘Kritis dan Menggerakkan’, Majalah Ganesha aktif melakukan kajian dan riset dalam mengkoridori menuju demokrasi yang cerdas, mengkritisi serta memberikan rekomendasi terhadap isu nasional, serta penerbitan GANESHA Review setiap bulannya.”

Dari deskripsi singkat mengenai apa itu Majalah Ganesha kita dapat menarik beberapa kesimpulan, diantaranya adalah unit ini merupakan unit jurnalistik yang netral, kritis, dan mempunyai implikasi atas tulisan-tulisannya, yaitu aktif menggerakkan. Dalam rangka menciptakan kekritisan tersebut dilakukanlah serangkaian kajian untuk menambah pengetahuan, wawasan, dan padangan mengenai suatu permasalahan tertentu. Apa yang suka dari seri kajian ini adalah setiap orang bebas mengeluarkan tesis, mengeluarkan antitesis, bahkan ganti topik juga diperbolehkan. Semua hal ini-jika dilakukan dengan tepat-dapat menambah wawasan, dan memang hal itulah yang dibutuhkan untuk membentuk tulisan yang berbobot tapi tetap sederhana dan terjangkau untuk kaum awam, yang sejatinya merupakan ciri khas Majalah Ganesha. Dari deskripsi di atas, ada kalimat yang perlu digarisbawahi: serta penerbitan Ganesha Review setiap bulannya. Sayangnya Ganesha Review pada saat ini belum juga muncul, apalagi terbit berkala tiap bulan sekali. Padahal, penerbitan kumpulan tulisan-tulisan secara berkala sangat besar manfaatnya. Selain sebagai pengarsipan tulisan, gagasan-gagasan dari berbagai anggota Majalah Ganesha juga dapat dihimpun. Menghimpun di sini sangat bermanfaat karena seperti yang saya paparkan, Majalah Ganesha mempunyai berbagai macam pemikiran yang pastinya berbeda-beda, dan perlu bagi kita untuk melihat dari berbagai sudut pandang. Satu sudut pandang bagaikan seekor lalat yang ingin keluar dari kaca di jendela, padahal ventilasi terbuka dengan lebarnya. Penyebarluasan gagasan dalam bentuk kumpulan tulisan dari sudut yang berbeda-beda dapat menawarkan solusi alternatif bagi khalayak, yang pada waktu ini, sangat dibutuhkan oleh para mahasiswa ITB di tengah antusiasme mahasiswa ITB dalam berbagai event dan kepanitiaan. Dapat diharapkan tulisan Majalah Ganesha ini “Kritis dan Menggerakkan”, sesuai dengan deskripsi Majalah Ganesha itu sendiri. Sanggup mengubah jalan pikir sekelompok orang dari cara berpikir sempit menuju cara berpikir yang luas menurut saya merupakan sebuah pencapaian tertinggi dalam kehidupan. Jangan mengajari cara hidup pada orang lain, tapi hidupkanlah orang itu. Sia-sia jika kita hanya bercerita tentang bagaimana pemikiran Immanuel Kant mengenai rasionalisme dan empirisme, bagaimana pandangan Descartes tentang realitas alam ini, bagaimana Nietzche membunuh Tuhan, bagaimana pemikiran Heidegger mengenai ontologi dan fenomenologi. Semua hal itu akan menjadi angin belaka jika pemikiran orang yang bersangkutan masih sempit, masih terkena indoktrinasi atas segala dogma-dogma yang diterima. Singkat kata, belum merdeka.

Berbicara tentang kaderisasi Majalah Ganesha, dari segi teknis, saya kira cukup sederhana dan tidak menyita banyak waktu. Sangat cocok untuk mahasiswa yang malas tidak terlalu rajin. Meskipun begitu, kaderisasi Majalah Ganesha tidak serta merta tanpa ada kegiatan apa-apa. Berbagai buku ditugaskan kepada para kader Majalah Ganesha untuk selanjutnya didiskusikan dengan berdialektika. Pemilihan waktu pertemuan juga sangat fleksibel dan tidak perlu membawa sesuatu yang aneh-aneh. Cukup membawa badan dan pikiran, tentu jangan lupa membawa kesadaran. Tapi apakah pikiran bisa hadir tanpa kesadaran? Ah itu lain ceritanya dan tidak saya bahas di sini.

Lalu apa tujuan akhir yang bisa kita peroleh ketika memasuki Majalah Ganesha? Saya sebenarnya tidak terlalu memikirkan hal ini. Apalah itu tujuan akhir, jika proses menyajikan hal-hal yang lebih bermakna daripada tujuan akhir itu sendiri. Mungkin menulis bisa dimasukkan dalam kategori ini, tapi jika hanya menulis, kenapa tidak ke Lingkar Sastra, atau Persma? Ada hal yang lebih dari itu. Majalah Ganesha dapat mempertajam sifat kekritisan kita terhadap suatu masalah dan melihat dunia dalam cara pandang yang lain. Namun hal itu malah yang menjadikan Majalah Ganesha sering dicap dengan berbagai atribut yang bernada negatif. Pernah seorang penjaja kopi bernama Adam menanyakan hal ini kepadaku, “Mengapa masuk MG? MG itu di zaman saya sering dicap jelek loh oleh massa kampus yang lain.” Mungkin saya bisa memaklumi hal ini. Memang tulisan-tulisan dari Majalah Ganesha sering berbau kontroversial dan memancing keributan. Tapi jika hanya sebatas ide-ide semata, aku tidak terlalu mempermasalahkan hal ini.

Tulisan pasti bercorak, dan corak itu merupakan refleksi dari diri penulis, atau setidaknya gagasan yang diikuti penulis. Gagasan-gagasan tersebut biasanya berupa ide-ide dasar yang digunakan sebagai alat untuk memahami dunia. Cara pandang inilah yang kemudian disebut ideologi. Ofek, salah seorang mahasiswa tingkat akhir, pernah menyinggung masalah ideologi ini. Beberapa hal yang dapat kita catat ialah bahwa dulunya Majalah Ganesha ini sangat merah sekali, namun seiring perubahan tahun berubah menjadi lebih netral dan bervariasi (dalam hal berideologi). Memang tidak ada ideologi yang sepenuhnya benar, tidak ada cara pandang dunia yang lebih benar daripada cara pandang yang lain. Tapi mengapa Majalah Ganesha mengubah ideologinya, yang memang dulu sangat terkenal akan ideologi itu. Saya pernah menanyakan hal ini pada Adam yang sama dengan Adam tadi, apa alasan yang mungkin mendasari perubahan ideologi di dalam Majalah Ganesha. Kita dapat mengkategorikan Majalah Ganesha zaman dulu bergolongan kiri, marxist, dan sebagainya. Tapi apakah sejatinya yang disebut kiri? Bagaimana suatu set ide-ide dapat diatribusikan dengan kategori kiri? “Kiri” merupakan spektrum, bukan hal yang saklek dan paten. Begitulah kira-kira yang dikatakan Adam. Perubahan zaman sering kali memicu sebuah pemikiran yang baru. Pemikiran yang dapat menyesuaikan zaman. Jika kita tidak berpikir sesuai zaman, pada skala yang besar mungkin dapat dikatakan kita tidak dapat menyelesaikan permasalahan-permasalahan baru yang timbul akibat perubahan zaman itu sendiri. Dinamisnya zaman ini berubah mungkin merupakan hal yang membuat Majalah Ganesha mengubah ideologinya yang sudah melekat. Seperti yang bisa kita lihat, mahasiswa saat ini berbeda dengan mahasiswa saat dulu. Dahulu mahasiswa mempunyai sesuatu yang dianggap sebagai musuh bersama, dan oleh karenanya, dapat dilawan bersama. Ideologi kerakyatan jelas berperan di sini. Apalagi Ganesha (sebutan Majalah Ganesha dulu) merupakan unit pergerakan, melawan tirani dan musuh bersama. Melontarkan gagasan yang dapat menyuarakan suara mahasiswa dan melakukan aksi nyata sebagai realisasinya. Namun hal yang sama tidak terjadi saat ini. Perubahan struktur ideologi Majalah Ganesha ini dapat saya katakan sebagai mengikuti dinamisnya zaman. Ketika orang-orang tidak lagi sama pemikirannya dalam memandang masalah, maka set ideologi yang dipegang pun musnah. Apakah hal ini dapat menjadikan Majalah Ganesha lebih baik atau tidak? Saya rasa tidak ada hubungannya. Dinamisnya zaman tidak mengenal apa itu baik buruk. Perubahan ini terjadi bukan berarti meninggalkan yang buruk. Bukan. Namun perubahan ini terjadi untuk mengakomodasi masalah-masalah baru yang tercipta. Kita harus menggunakan alat lain untuk memotong hal yang lain. Gergaji dan pisau jelaslah berbeda, tapi apakah mereka digunakan untuk memotong pisang? Jelas bukan dan tidak ada yang lebih baik daripada yang lain karena dari fungsinya pun sudah berbeda.

Berbicara tentang corak, fungsionalitas merupakan corak yang tidak kalah penting dari ideologi. Sunken memiliki empat unit kajian: Tiben, Majalah Ganesha, PSIK, dan Hati. Semuanya memiliki corak masing-masing berdasarkan fungsionalitasnya. Menurut Nad dalam tulisannya tentang perbedaan empat unit di atas, perbedaan fungsionalitas dapat dianalogikan dengan sebuah restoran. Jika kamu lapar dan ke PSIK, kamu akan mendapat makanan. Jika ke Majalah Ganesha, kamu akan dapat resep dan bahan makanan. Namun jika ke Tiben, kamu akan ditanya lapar itu apa. Dan akhirnya di Hati, kamu akan diberikan satu jenis makanan yang diklaim terbaik. Saya tidak sedang mengulas perbedaan dari keempat unit kajian di atas. Namun seorang penajaja kopi lain yang bernama Bilal pernah mengaktakan hal yang serupa, bahwasannya corak ini sudah mulai pudar. Dulu perbedaan antara ketiganya (tidak termasuk Hati) sangat kentara. PSIK berkutat tentang politik praksis. Majalah Ganesha berkutat dengan sejarah, politik, seperti PSIK namun dibahas secara mendalam. Tiben jelas berkutat dengan dunia ide dan masturbasi verbal serta pikiran. Bilal berpendapat bahwa corak ini sudah mulai hilang seiring dengan zaman. Seperti tiga-tiganya melebur. Apakah ini sesuai dengan realita? Saya yang baru beberapa bulan berkuliah tidak tahu. Mengenai apakah perubahan ini bermanfaat atau tidak, saya juga tidak tahu. Tentunya perubahan yang dialami Majalah Ganesha ini didasari atas anggotanya yang memang ingin berubah, melihat dunia dengan cara pandang baru sesuai dengan dinamisnya zaman.

#Salam Pembebasan!

 

Referensi

[1] Laman resmi Majalah Ganesha, http://majalahganesha.zine.or.id/

Tinggalkan komentar